Penulis: Asy-Syaikh Ibnu Baaz dengan susunan Muhammad bin ‘Ali Al-Arfaj.
Shalat tidak akan sah kecuali jika memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan
hal-hal yang wajib ada padanya serta menghindari hal-hal yang akan
membatalkannya.
Adapun syarat-syaratnya ada sembilan: 1. Islam, 2. Berakal, 3. Tamyiz
(dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk), 4. Menghilangkan hadats, 5.
Menghilangkan najis, 6. Menutup aurat, 7. Masuknya waktu, 8. Menghadap kiblat,
9. Niat.
Secara bahasa, syuruuth (syarat-syarat) adalah bentuk jamak dari kata
syarth yang berarti alamat.
Sedangkan menurut istilah adalah apa-apa yang ketiadaannya menyebabkan
ketidakadaan (tidak sah), tetapi adanya tidak mengharuskan (sesuatu itu) ada
(sah). Contohnya, jika tidak ada thaharah (kesucian) maka shalat tidak ada
(yakni tidak sah), tetapi adanya thaharah tidak berarti adanya shalat (belum
memastikan sahnya shalat, karena masih harus memenuhi syarat-syarat yang
lainnya, rukun-rukunnya, hal-hal yang wajibnya dan menghindari hal-hal yang
membatalkannya, pent.). Adapun yang dimaksud dengan syarat-syarat shalat di
sini ialah syarat-syarat sahnya shalat tersebut.
Penjelasan Sembilan Syarat Sahnya Shalat
1. Islam
Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak
mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Tidaklah pantas
bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah padahal mereka
menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itu, amal-amalnya telah runtuh
dan di dalam nerakalah mereka akan kekal.” (At-Taubah:17)
Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka
kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan:23)
Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman
Allah ‘azza wa jalla, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (Aali ‘Imraan:85)
2. Berakal
Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab
amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ،
وَالْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ، وَالصَّغِيْرِ حَتَّى يَبْلُغَ. (رَوَاهُ
أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُوْدَ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَه)
“Diangkat pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).
3. Tamyiz
Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang
buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun
maka mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat, berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا
لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ. (رَوَاهُ الْحَاكِمُ
وَاْلإِمَامُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُوْدَ)
“Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur
tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka
enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur mereka
masing-masing.” (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)
4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)
Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh,
dihilangkan dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats
kecil) dihilangkan dengan wudhu`, sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
“Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim dan
selainnya)
Dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan menerima
shalat orang yang berhadats hingga dia berwudlu`.” (Muttafaqun ‘alaih)
5. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat
shalat), dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan pakaianmu, maka
sucikanlah.” (Al-Muddatstsir:4)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ.
“Bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan adzab kubur
disebabkan olehnya.”
6. Menutup Aurat
Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh),
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan
menerima shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah baligh) kecuali
dengan khimar (pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti mukenah).” (HR. Abu
Dawud)
Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka
auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki dan
budak wanita ialah dari pusar hingga ke lutut, sedangkan wanita merdeka maka
seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak ada ajnaby (orang yang
bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby maka sudah tentu wajib
atasnya menutup wajah juga.
Di antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin
Al-Akwa` radhiyallahu ‘anhu, “Kancinglah ia (baju) walau dengan duri.”
Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian
kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raaf:31) Yakni tatkala
shalat.
7. Masuk Waktu
Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril ‘alaihis salam bahwa dia mengimami
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok
harinya), lalu dia berkata: “Wahai Muhammad, shalat itu antara dua waktu ini.”
Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa`:103)
Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu. Dalil tentang
waktu-waktu itu adalah firman Allah ‘azza wa jalla, “Dirikanlah shalat dari
sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).”
(Al-Israa`:78)
8. Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah, “Sungguh Kami melihat wajahmu sering menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja kalian berada
maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (Al-Baqarah:144)
9. Niat
Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bid’ah
(karena tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur,
“Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap orang
akan diberi (balasan) sesuai niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Umar Ibnul
Khaththab)
Rukun-Rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada empat belas: 1. Berdiri bagi yang mampu, 2.
Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku’, 5. I’tidal setelah ruku’,
6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di
antara dua sujud, 9. Thuma’ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib
rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13.
Shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.
Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat
1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu
Dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Jagalah shalat-shalat dan shalat
wustha (shalat ‘Ashar), serta berdirilah untuk Allah ‘azza wa jalla dengan
khusyu’.” (Al-Baqarah:238)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah dengan
berdiri…” (HR. Al-Bukhary)
2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan
ucapan lain
Dalilnya hadits, “Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya
dengan salam.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, “Jika kamu telah berdiri
untuk shalat maka bertakbirlah.” (Idem)
3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka’at, sebagaimana dalam
hadits,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (Muttafaqun
‘alaih)
4. Ruku’
5. I’tidal (Berdiri tegak) setelah ruku’
6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
7. Bangkit darinya
8. Duduk di antara dua sujud
Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai
orang-orang yang beriman ruku’lah dan sujudlah.” (Al-Hajj:77)
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saya telah diperintahkan untuk
sujud dengan tujuh sendi.” (Muttafaqun ‘alaih)
9. Thuma’ninah dalam semua amalan
10. Tertib antara tiap rukun
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu
ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda:
‘Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, … Orang
itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: ‘Kembali! Ulangi shalatmu!t Karena
kamu belum shalat (dengan benar)!, … sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia
berkata: ‘Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik
dari ini maka ajarilah saya!’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya: ‘Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang
mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku’lah hingga kamu tenang
dalam ruku’, lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu
tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah
hal itu pada semua shalatmu.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
11. Tasyahhud Akhir
Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas
kami, kami mengucapkan: ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih, assalaamu ‘alaa
Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah ‘azza wa jalla dari para
hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril ‘alaihis salam dan Mikail ‘alaihis
salam)’, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jangan kalian mengatakan, ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih (Keselamatan
atas Allah ‘azza wa jalla dari para hamba-Nya)’, sebab sesungguhnya Allah ‘azza
wa jalla Dialah As-Salam (Dzat Yang Memberi Keselamatan) akan tetapi
katakanlah, ‘Segala penghormatan bagi Allah, shalawat, dan kebaikan’, …” Lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh
tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti
kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang
lainnya.
12. Duduk Tasyahhud Akhir
Sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seseorang dari
kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia mengucapkan At-Tahiyyat.”
(Muttafaqun ‘alaih)
13. Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika
seseorang dari kalian shalat… (hingga ucapannya beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi.”
Pada lafazh yang lain, “Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
14. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… dan penutupnya (shalat)
ialah salam.”
Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus
diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau
meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka
shalatnya batal, harus diulang dari awal. Wallaahu A’lam.
http://khairid.com
Sumber artikel : fdawj.co.nr
0 komentar:
Posting Komentar